Asal Usul Burung Walet yang Belum Pernah Anda Dengar Sebelumnya

Assalamu'alaikum sobat pelangi, hari ini aku akan posting sebuah cerita rakyat dari Kebumen. Sebenarnya cerita ini aku tulis untk mengikuti lomba event menulis cerita nusantara, namun setelah diumumkan sebagai salah satu kontributor, mendadak penerbitnya menghilang.

Asal Usul Burung Walet
(Cerita Dari Kebumen)
Karya: Elinnurs Mila
Konon, beberapa abad yang lalu tersebutlah Kerajaan Kartasura. Letaknya di Pulau Jawa dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram.

Saat itu yang memimpin adalah seorang Raja dan Permaisuri yang adil dan bijaksana. Mereka begitu dicintai oleh abdi dan rakyatnya.

Asal Usul Burung Walet yang Belum Pernah Anda Dengar Sebelumnya
Asal Usul Burung Walet yang Belum Pernah Anda Dengar Sebelumnya

Kehidupan warga pun sangat makmur dan sejahtera. Pada suatu hari, Permaisuri jatuh sakit. Dia menderita sakit keras yang sangat lama.

Tak ada satu tabib pun yang berhasil menyembuhkan sang Permaisuri. Sehingga semakin hari tubuhnya semakin kurus dan kecantikannya memudar.

Raja pun sangat sedih dibuatnya. “Oh Permaisuri, apakah yang harus aku lakukan untuk menyembuhkanmu?” Tanya Raja.

Sejak Permaisuri jatuh sakit, Raja tidak pernah meninggalkannya seorang diri. Dengan setia selalu mendampingi Permaisuri, berpikir bagaimana cara mendapatkan obat yang mampu menyembuhkannya.

Dengan kondisi seperti itu, Raja tidak dapat memimpin kerajaan dengan baik. Pemerintahan berjalan seperti tanpa arah, tidak ada yang mengatur.

Kehidupan rakyat pun dibayangi kecemasan akan keadaan Permaisuri yang semakin hari semakin memburuk.  Melihat keadaan yang semakin tak karuan, penasihat istana pun memberikan saran.

“Ampun beribu ampun, Paduka. Bolehkah aku memberi saran terkait sakit yang diderita oleh Permaisuri?”

“Ya, katakan apa saranmu.” Jawab sang Raja.

“Aku sarankan agar Paduka mencari tempat yang sepi, memohon kepada Tuhan agar diberi petunjuk untuk kesembuhan Permaisuri.”

Sang Raja terdiam lama dan memikirkan apa yang diucapkan oleh penasihat istana.

 Akhirnya setelah berpamitan kepada Permaisuri dan menyerahkan tanggung jawab kerajaan kepada sang Patih, Raja pergi ke suatu tempat.

Ketika menemukan tempat yang sepi, Raja mulai bertapa. Dia tidak makan dan tidak minum selama berhari-hari.

Banyak godaan-godaan yang datang mengganggu untuk menggagalkan pertapaannya. Namun dengan kesabaran dan kesaktian yang dimilikinya, semua godaan itu dapat dilaluinya.

Tiba-tiba pada suatu malam, sang Raja mendengar suara ghaib.

“Hentikanlah semedimu itu! Pergilah ke Pantai Selatan dan ambilah bunga karang untuk menyembuhkan Permaisuri.”

Raja yang semula terkejut mendengar suara ghaib itu, berubah menjadi sangat bahagia. Dia segera pulang menuju istana dan menceritakan apa yang telah didengarnya kepada penasihat istana.

“Pantai Selatan itu sangat luas, Paduka.” Kata Penasihat sambil berpikir. “Tapi aku yakin, pasti daerah yang dimaksud itu adalah wilayah Karangbolong.

Di sana banyak terdapat gua karang yang di dalamnya tumbuh bunga karang.”

Lanjutnya yakin.

Keesokan harinya, sang Raja segera memerintahkan Patih Surti untuk mencari bunga karang di wilayah Karangbolong.

Patih membawa dua pengiring setianya yaitu Sanglar dan Sanglur untuk menemani. Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh, mereka pun tiba di Karangbolong.

Di sana mereka melihat sebuah gua. Kemudian Patih Surti segera bertapa di dalam gua tersebut. Setelah beberapa hari, terdengarlah suara seseorang.

“Hentikan semedimu! Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi kau harus memenuhi syarat yang kuminta.”

Patih Surti segera membuka mata dan terlihatlah seorang gadis cantik di hadapannya. Gadis itu bernama Suryawati.

“Apa syarat yang harus aku penuhi itu?” tanya Patih Surti.

“Engkau harus bersedia tinggal di sini bersamaku.” Jawab Suryawati.

Setelah berpikir lama, Patih Surti menyanggupi syarat tersebut. Suryawati kemudian mengajaknya untuk melihat di mana letak bunga karang.

“Itulah bunga karang yang dapat menyembuhkan Permaisuri.” Kata Suryawati sambil menunjuk pada sarang burung walet.

Sang Patih segera mengambil sarang burung walet secukupnya. Kemudian mengajak Sanglar dan Sanglur kembali ke istana, dan memberikan sarang burung walet kepada Raja.

“Cepat buatkan ramuan obatnya!” Perintah Raja kepada abdinya.

Permaisuri meminum ramuan obat itu dengan teratus selama beberapa hari. Berangsur-angsur badannya kembali sehat dan segar.

Kecantikannya pun mulai terlihat seperti sedia kala bahkan terlihat lebih muda.

Betapa bahagianya hati Raja dan semua rakyat Kartasura melihat Permaisuri yang telah sembuh dari sakit.

Ditengah kegembiraan itu, Patih Surti teringat dengan janjinya kepada Suryawati. Kemudian dia segera berpamitan kepada Raja dengan alasan untuk mendiami dan menjaga sarang burung walet di wilayah Karangbolong.

Kepergian Patih Surti diiringi isak tangis semua abdi istana, karena dia adalah orang yang sangat baik dan rendah hati.

Sebelum pergi dia bertanya kepada pengiring setianya, apakah mau ikut dengannya atau tidak. Sanglar dan Sanglur kemudian setuju untuk ikut kemana sang Patih akan pergi.

Mereka pun berangkat menuju wilayah Karangbolong. Sesampainya di sana, segera dibangun rumah sederhana sebagai tempat tinggal.

Kemudian Patih Surti melakukan pertapaan kembali untuk menemui Suryawati. Beberapa saat kemudian, datanglah Suryawati di hadapannya.

“Aku datang untuk memenuhi janjiku kepadamu, Suryawati.” Kata Patih Surti.

Akhirnya mereka pun menikah dan hidup bahagia di Karangbolong. Di sana mereka bekerja sebagai pengunduh sarang burung walet.

Nilai jualnya yang tinggi membuat mereka hidup berkecukupan.
Burung walet merupakan burung yang hidup secara berkelompok di daerah pantai, menghuni gua atau ruang besar.

Sarang burung ini sebenarnya terbuat dari air liurnya yang bisa dijadikan sup atau bahan obat.

Sampai sekarang masih banyak warga Kebumen yang mengunduh sarang burung walet, karena harga jualnya yang masih tinggi.

Kini untuk mengenang kisah asal-usul burung walet, di Kebumen telah berdiri sebuah tugu yang dikenal dengan nama Tugu Lawet.

Kata lawet berasal dari nama walet dalam bahasa setempat. Bentuk tugu yang tidak beraturan menggambarkan kontur karang pesisir selatan di Kebumen yang terjal.

Sedangkan lima patung manusia yang sedang memanjat tugu menggambarkan para pengunduh sarang burung walet dari dua ekor patung burung walet raksasa di puncak tugu.

REFERENSI.
tanggapelangiblogspot

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter